[Indonesia version] The New Normal di Era COVID-19: Bagaimana Kesiapan Daerah?

Pada 4 Juni 2020, telah diadakan webinar dengan lebih dari 300 peserta berjudul: “The New Normal di Era COVID-19: Bagaimana Kesiapan Daerah?”. Webinar ini diselenggarakan oleh the Collaborative Australia-Indonesia Programs on Sustainable Development and Climate Change (CAIPSDCC), program kerjasama antara Universitas Indonesia dan Griffith University, Australia. Ini merupakan webinar ketiga dalam seri webinar CAIPSDCC dengan topik besar Kesehatan Planet dan Kesehatan Manusia untuk Melawan Pandemi Global.

Narasumber yang dihadirkan adalah:

  1. Prof. Dr. Ir. H. Nelson Pomalingo, M.Pd., Bupati Kabupaten Gorontalo
  2. Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM, Ketua Lembaga Pelayanan dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat FKM UI, & Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
  3. Gita Syahrani, Direktur Eksekutif Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).

Menghadirkan juga Dr. Erna Witoelar, penasihat CAIPSDCC sebagai penanggap. Kemudian Prof. Budi Haryanto, Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan, FKM, Universitas Indonesia menyampaikan sambutan pembuka dan Dr. Febi Dwirahmadi, Dosen Kesehatan Global di Griffith University School of Medicine, Australia sebagai pemimpin diskusi. 

Dalam sambutannya, Prof. Budi Haryanto menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dicapai jika akan menuju the new normal. Pertama, pelonggaran pembatasan sosial dapat dilakukan ketika telah terjadi penurunan kurva epidemiologi sebesar 50% dari puncak kasus, paling tidak selama 2-3 minggu berturut-turut. Kedua, Social dan Physical Distancing serta mencuci tangan dan penggunaan masker sudah menjadi kebiasaan baru. Ketiga, pelacakan kontak harus terus dilaksanakan bahkan ditingkatkan. Keempat, pelayanan kesehatan harus siap menghadapi kemungkinan kenaikan kasus.

Dr. Febi Dwirahmadi yang saat ini bertempat tinggal di Australia, membuka diskusi dengan menyampaikan bahwa pandemi harus diatasi dengan perubahan perilaku masyarakat, pemerintah, dan berbagai pihak di seluruh dunia. Sebagai contoh di negara bagian Queensland, Australia yang sedang mengurangi pembatasan secara bertahap, telah terjadi berbagai perubahan. Misalnya, transaksi pembayaran dilakukan tanpa kontak, sholat Jumat dilakukan beberapa sesi maksimum 20 jamaah tiap sesi, dan lainnya.

Prof. Nelson Pomalingo membuka paparannya dengan menyatakan bahwa saat ini sudah ada 6 korban jiwa COVID-19 di Provinsi Gorontalo, 2 diantaranya dari Kabupaten Gorontalo. Beliau juga menyatakan bahwa aspek sosial kehidupan masyarakat sangat terganggu, seperti pendidikan dan keagamaan. Sektor ekonomi juga terdampak, terlihat dari peningkatan pengangguran dan penurunan pendapatan masyarakat. Meskipun sebenarnya pertumbuhan ekonomi masih cukup stabil mengingat mayoritas industri bergerak di sektor agrikultur. Namun, jika ini terus berlanjut, akan tetap terjadi pelemahan ekonomi daerah. Anggaran dan pembangunan di berbagai sektor juga mengalami pemotongan besar, sehingga banyak penundaan pembangunan infrastruktur dan lainnya.

Beberapa cara Kabupaten Gorontalo merespon pandemi, meliputi:

  1. Pembentukan kelembagaan. Dibentuk gugus tugas COVID-19 dengan beberapa satuan tugas berdasarkan tugas pokok dan fungsi berbeda, hingga ke tingkat desa.
  2. Kegiatan perencanaan melalui penyusunan peta jalan, termasuk didalamnya langkah pencegahan dan jaminan sosial (jaring pengaman sosial) dari berbagai sumber dana, baik dari pusat, provinsi, kabupaten, dana desa, serta dana dari masyarakat.
  3. Kegiatan pemulihan yang akan dilaksanakan pada bulan Juli, salah satunya melalui rasionalisasi anggaran.

Tindakan pencegahan penularan dilaksanakan melalui 4 aksi pencegahan, meliputi:

  1. Sosialisasi dan edukasi masyarakat oleh petugas, melalui media sosial dan konvensional, spanduk, dan lain-lain. Dilakukan pula simulasi/pilot project Norma Perilaku Baru (NPB) di tempat berkumpulnya masyarakat seperti sekolah, masjid dan pasar untuk membantu masyarakat beradaptasi pada protokol kesehatan.
  2. Penutupan pusat keramaian; pemberlakuan jam malam; dan kebijakan bekerja dari rumah; serta pelaksanaan PSBD (Pembatasan Sosial Skala Desa) berdasarkan data peta kasus.
  3. Penegakan norma dalam protokol kesehatan yang dilakukan lewat pembentukan posko dan checkpoint di desa. Inspeksi dilakukan secara rutin untuk memastikan agar protokol dilaksanakan.
  4. Koordinasi yang baik dengan berbagai pihak melalui pendekatan model pentahelix, yaitu dimana unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, pengusaha, dan media bersatu.

Rapid test massal juga didorong terutama untuk tenaga medis, aparatur pemerintahan daerah, petugas di lapangan, pedagang pasar dan pramuniaga di pasar swalayan, hingga ke karyawan industri. Sejauh ini telah dilakukan 5000 tes. Pendekatan inovatif lain seperti menyuling minuman keras menjadi alkohol untuk hand sanitizer, serta penyediaan masker dan alat perlindungan bagi tenaga medis dengan menggunakan industri lokal.

Prof. Nelson menjelaskan bahwa beliau melihat Norma Perilaku Baru sebagai upaya untuk berdamai dengan diri sendiri dan lingkungan untuk menghadapi COVID-19. Perlu dimulai dengan membuat konsep yang melibatkan para ahli dari perguruan tinggi yang kemudian menjadi acuan dalam pembuatan regulasi. Peraturan Gubernur terkait the new normal akan selesai minggu depan. Implementasi Norma Perilaku Baru di Kabupaten Gorontalo dilakukan secara bertahap. Tahap 1, akan dibuka masjid dan pasar, perkantoran dan industri, transportasi. Tahap 2, kegiatan di lapangan terbuka. Tahap 3, pariwisata. Tahap 4, sekolah, dan kegiatan ekonomi skala besar. Tahap 5, aktivitas sosial skala besar. Terkait pembukaan sekolah, para guru akan dites sehingga orang tua murid bisa tenang ketika anak mereka kembali ke sekolah.

Dr. Ede memulai pemaparan dengan menyampaikan bahwa sampai saat ini, jumlah kasus COVID-19 di dunia dan Indonesia masih terus bertambah, dan masih belum diketahui kapan ini akan berakhir. PSBB jelas membatasi mobilitas yang membantu mengurangi transmisi. Hal ini dapat dilihat di Jakarta yang pada mulanya menjadi episentrum, namun kini kurva epidemiologinya mulai melandai. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia memperkirakan bahwa pelonggaran PSBB akan menyebabkan peningkatan jumlah kasus sebesar 1,6 kali, dengan puncak kasus pada pertengahan Juli. Sejauh ini, hasil prediksi rata-rata kasus harian tidak berbeda jauh dengan data aktual kasus.

Menurut Dr. Ede, permasalahan utama hingga saat ini adalah rendahnya kapasitas pengetesan. Kemampuan deteksi Indonesia masih rendah bila dibandingkan jumlah penduduk dan negara lain. Selain itu, angka kematian yang masih relatif tinggi yaitu sekitar 6%. Penguatan upaya pencegahan harus menjadi fokus dalam penanganan pandemi COVID-19 seiring dengan peningkatan kapasitas deteksi kasus sehingga tidak membebani pelayanan kesehatan.

Bergerak ke depan, the new normal menjadi jalan yang harus ditempuh. Ede menjelaskan bahwa the new normal adalah bagaimana menyiapkan masyarakat untuk hidup menghadapi penyakit apapun dengan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Pemutusan rantai penularan dengan norma perilaku baru masyarakat yang tahu, waspada, mau, serta mampu untuk mencegah. Seperti menggunakan masker, menjaga jarak, atau diam di rumah.
  2. Saling dukung dan kerja sama antara masyarakat dan tenaga kesehatan masyarakat seperti epidemiolog, ahli gizi, laboratorium, perawat, relawan, pusat kesehatan masyarakat dan lainnya.
  3. Fasilitas kesehatan yang memadai. Rumah sakit, Puskesmas, dan tenaga medis perlu tersedia merata dan efektif dan terlindungi.
  4. Kebijakan yang jelas, tegas, dan sinkron berdasarkan data, dan sains, bukan opini. Serta kontribusi dunia usaha.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia menyerukan 4 sehat 5 sempurna melawan COVID-19. Pertama, lewat hidup yang lebih sehat. Kedua, Puskesmas harus mampu mendukung dan mendampingi masyarakat untuk mencegah dan melawan COVID-19. Ketiga, pemerintah daerah harus mampu menangani COVID-19 lewat PDR (Prevent, Detect, Respond) dan TTTI (test, trace, treat, dan isolate). Keempat, peta epidemiologis harus menjadi dasar pengambilan keputusan (evidence based policy). Terakhir, protokol hidup sehat harus dilaksanakan di setiap sektor kehidupan.

The new normal harus berfokus pada bagaimana menguatkan dan memberdayakan masyarakat dalam merespon krisis kesehatan. Idealnya, seluruh gubernur, bupati, dan wali kota harus bekerja sama untuk menguatkan kesiapan seluruh pihak hingga level desa, karena masyarakatlah garda terdepan menghadapi COVID-19.

Gita memberikan pemaparan dari perspektif beberapa kabupaten anggota LTKL, di mana terdapat sejumlah inovasi menarik dari tiap wilayah. Anggota LTKL tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi yang masing-masing memiliki pendekatan tersendiri, termasuk dalam merespon COVID-19 dan tantangan lainnya. LTKL telah memetakan lima kebutuhan utama di kabupaten anggota terkait pandemi, yaitu pengembangan keterampilan/kapasitas, bantuan aspek komunikasi, logistik, riset, serta finansial. Kebutuhan logistik paling dominan yang disusul dengan kebutuhan peningkatan kapasitas. Bantuan riset juga sangat dibutuhkan terutama saran praktis dari akademisi, khususnya untuk menyusun skenario the new normal serta perilaku baru atau recovery masing-masing kabupaten.

Tiga kabupaten LTKL sudah ditetapkan sebagai percontohan the new normal, yaitu Gorontalo, Bone Bolango, dan Siak. Faktor kunci suatu daerah untuk menuju the new normal adalah kebijakan/solusi yang inovatif serta aplikatif, melibatkan aspek gotong royong berbagai pihak, dan aspek lestari dari solusi yang diambil. Dengan menjaga kelestarian ekosistem, akan menciptakan trickling down effect pada produktivitas ekonomi dan ketangguhan bencana. Misalnya, di daerah dengan hutan dan gambut yang terjaga, masyarakat tetap bisa mendapatkan air dengan mudah dan sumber mata pencaharian pun tetap terjaga. Para petani tambak dan pekebun yang menjaga kelestarian ekosistem, tetap menghasilkan produk pangan. Selain itu, akan menurunkan risiko bencana alam dan non-alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan, banjir, dan longsor.

Mengusung semangat gotong royong, LTKL melakukan beberapa pendekatan untuk beradaptasi dengan pandemi. Diantaranya dengan program “Berdaya di Tengah Pandemi”, yaitu peningkatan kapasitas dalam bentuk kelas online. Misalnya, pelatihan pembuatan produk yang bisa langsung dijual, bagaimana memanfaatkan potensi alam, dsb. Bekerja sama dengan televisi lokal, informasi ini disebarkan pada ratusan UMKM. Pendekatan lainnya adalah melalui program “Logistik untuk Logika” yang fokus utamanya adalah membangun ketangguhan dari akses pangan dan akses pasar. Misalnya melatih dan memberikan akses ke petani dengan pasar secara online; beralih pekerjaan dari petani menjadi kurir pengiriman agar transaksi jual-beli tetap terjaga. Kemudian “Siasat Hidup di Tengah Pandemi”, yaitu sosialisasi pada masyarakat agar tetap terlindung dari COVID-19, misalnya bagaimana menjalankan ibadah secara aman dan lainnya.

Menanggapi pemaparan dari 3 pembicara sebelumnya, Dr. Erna Witoelar menyampaikan bahwa dalam menghadapi permasalahan besar seperti COVID-19, kepemimpinan daerah memegang peran kunci. Ini perlu dukungan para ilmuwan yang dapat membantu memahami bencana yang kita hadapi, sekaligus pelajaran yang bisa diambil dari bencana tersebut. Pelajaran tersebut meliputi kebiasaan baru yang harus kita adopsi dalam rangka menghadapi bencana. Jangan sampai kita kembali ke kebiasaan kita sebelumnya yang kurang baik. The New normal bukanlah kembali ke old normal.

Dr. Erna menekankan bahwa perbaikan kebiasaan untuk menjadi lebih sehat dan bersih harus diikuti dengan komitmen untuk mencapai keberlanjutan, seperti mencegah konsumsi yang berlebihan dan mengancam alam. Kebiasaan gotong royong berbagai pihak untuk menghadapi tantangan bersama juga harus dilanjutkan. Kepemimpinan akan berganti, namun bila semua pihak telah terlibat, upaya mencapai kebaikan bersama tetap berlanjut. Ibu Erna juga menekankan bahwa pemimpin harus bisa realistis dan mengakui masalah yang dihadapi, sehingga tidak membahayakan rakyat. Momentum menuju the new normal sebaiknya juga digunakan pula untuk mengatasi masalah-masalah lainnya yang bisa diatasi melalui perilaku hidup baru yang lebih baik.

 

QnA

  1. Nafsiah Mboi: Rapid test apa yg dipakai dan dapat dari mana? Karena kabupatan lain sulit sekali mendapatkan rapid test.
    • Nelson: Rapid test dengan jenis PCL dan antibodi yang digunakan di  Kabupaten Gorontalo didapatkan dari bantuan Provinsi sejumlah 3.500, dan 3.700 dibeli sendiri oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo. Selain itu dilakukan pula swab test bekerja sama dengan BPOM serta laboratorium perguruan tinggi di Gorontalo. Setelah melakukan tes, berikutnya dilakukan karantina dan isolasi sesuai kategori (misalnya swab test positif/orang tanpa gejala dan rapid test reaktif) memanfaatkan fasilitas seperti wisma atlet dan rumah susun mahasiswa. Bagi yang sudah sakit, akan dirujuk ke rumah sakit. Gorontalo memiliki 2 RS rujukan. Juga ada dukungan fasilitas isolasi bagi tenaga medis yang tidak bisa kembali ke rumah untuk sementara.
  2. Ika Narwidya Putri: Bagaimana Pemda Gorontalo menentukan bahwa situasi dan kondisi saat ini siap untuk transisi dari tahap 1 ke tahap 2 dalam koridor New Normal maupun sebaliknya, backward dari tahap 2 ke tahap 1 sewaktu-waktu kondisinya makin memburuk?
    • Nelson: Saat ini PSBB telah dilakukan pada tahap ketiga. Nilai Rt dan Ro Gorontalo adalah 1,9 dan 2,6. Pemkab Gorontalo juga melakukan analisis laju pertumbuhan untuk melakukan pemetaan zona-zona yang rentan. Penerapan new normal tidak akan dilakukan secara sama rata, melainkan mengacu pada data yang tersedia ini. Daerah yang relatif aman bisa mengimplementasikan new normal dengan mengikuti regulasi dan protokol kesehatan yang ketat. Sementara daerah rentan belum akan menerapkan new normal, dan rapid test akan difokuskan ke daerah tersebut. Melihat hikmah COVID-19, situasi sulit yang dihadapi saat ini mendorong keberhasilan dalam upaya edukasi masyarakat menerapkan hidup bersih, serta menjaga lingkungan agar tetap bersih. Bencana COVID-19 juga mendorong dibuatnya kebijakan yang berbasis ilmu serta data, memunculkan inovasi, mendorong efisiensi anggaran dan penggunaan sumber daya (listrik dan air misalnya), adaptasi penggunaan teknologi informasi (TI), serta gotong royong. COVID-19 juga memunculkan inovasi pemanfaatan produk berbasis lokal, yang pengembangannya didukung riset.
  3. Goklian Paraduan Haposan, Jayapura Papua: New normal sudah menjadi istilah baru yang semakin dikenal di tengah masyarakat. Menurut saya, istilah new normal belum begitu dipahami secara baik dan benar. Apalagi perubahan perilaku masyarakat tidaklah mudah. Bagaimana cara yang baik, efektif dan tepat guna agar new normal ini dihayati oleh masyarakat secara luas yang terdiri dari berbagai tingkat pendidikan dan perbedaan lainnya?
    • Ede: Penyampaian informasi harus dilakukan ke semua orang dan semua orang harus berperan untuk terus menyebarkan informasi ini sekaligus saling mengingatkan dan menjaga. Pada level masyarakat, mereka yang sudah tahu harus menyampaikan pada mereka yang belum tahu. Sedangkan pada level pemerintahan, para pemimpin harus betul-betul menyadari situasi yang dihadapi, mengoptimalkan wewenang dari desentralisasi dengan sebaik-baiknya. Berikutnya, secara aktif mengambil tanggung jawab dan inisiatif, terus berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat serta bagaimana mencegahnya. Pemerintah juga berperan menyediakan sarana dan prasarana pendukung. Semua pihak harus bersama-sama melawan COVID-19  dimanapun dan kapanpun, tanpa terkecuali.
    • Gita: Dari aspek komunikasi, LTKL telah mencoba untuk melihat akses informasi apa saja yang tersedia di kabupaten, serta efektivitas penyebarannya. Berdasarkan teori, ada tiga tahapan yang akan dialami ketika kita mengajak masyarakat untuk turut mengikuti protokol kesehatan. Pertama, adalah merasa, lalu berpikir, baru terakhir melakukan. Sangat penting untuk mengkomunikasikan agar masyarakat merasa bahwa ini masalah yang sangat mendesak dan berdampak pada orang-orang tersayang. Berikutnya, di tengah banyaknya informasi yang beredar, penting sekali memastikan sumber informasi yang tepat. Di beberapa Kabupaten, tidak cukup hanya menggunakan sarana online saja, tetapi juga diperlukan media cetak seperti spanduk atau media lainnya seperti radio. Penerjemahan informasi ke bahasa daerah yang digunakan di suatu daerah juga dapat membantu meningkatkan pemahaman. Jika masyarakat sudah merasa memiliki informasi yang tepat, akan lebih mudah untuk mendorong agar mereka mau mengikuti protokol kesehatan.
  4. Chandra Rudyanto: Upaya dan strategi apa saja yang diterapkan untuk mewujudkan sinergitas dari Pola Kemitraan Pentahelix dalam penanggulangan COVID-19 di Gorontalo?
    • Nelson: Terkait sinergi, dilakukan dengan penyusunan roadmap bersama sehingga semua pihak merasa memiliki. Kemudian, kegiatan sosialisasi dilakukan oleh semua pihak. Berikutnya, untuk mendorong partisipasi masyarakat dan tumbuh rasa tanggung jawab bagi komunitas, dalam pembukaan masjid, pasar, sekolah, dan restoran, perijinan diajukan oleh pihak terkait setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Pemerintah Kabupaten berperan melakukan verifikasi dan  pengecekan.
  5. Safrudin Tolinggi: Bagaimana progress kesiapan daerah untuk menghadapi penerapan new normal? Mengingat bahwa Kabupaten Gorontalo belum mengalami tren penurunan kasus. Bagaimana kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga medis yang memadai dalam upaya identifikasi, isolasi, testing, hingga karantina? Kemudian pada aspek kesiapan fasyankes dalam penanganan limbah COVID-19, menurut data dari KLHK (April 2020), selama masa pandemi tidak ada satupun wilayah Kabupaten/Kota Gorontalo melaporkan kesiapannya dalam mengelola limbah B3 berdasarkan data peta kemampuan RS rujukan dalam penanganan limbah B3 (limbah COVID) yang dikeluarkan dari KLHK”
    • Dalam tahapan menuju new normal, langkah yang dilakukan adalah merumuskan konsepnya, pemetaan kerentanan wilayah, kemudian peta yang dihasilkan perlu dipahami oleh semua masyarakat. Selanjutnya dilakukan simulasi sebelum implementasi, sehingga pihak terkait bisa bersiap dengan baik. Kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi yang melibatkan laporan masyarakat. Untuk pencegahan, terus dilakukan  upaya meningkatkan kapasitas aparatur medis, baik dari pengadaan alat perlindungan diri, serta insentif. Kemudian penambahan tenaga medis dari relawan dan mahasiswa. Kapasitas Puskesmas terus dikembangkan. Alokasi dana kesehatan juga dilaksanakan.
  6. Muhammad Umar Riandi: Apakah pelonggaran PSBB dan pemberlakuan new normal di sebagian daerah terlalu cepat atau sudah tepat? Mengingat kasus baru yang masih ada dan uji PCR yang masih terbatas.
    • Ede: Pelonggaran PSBB dan persiapan New Normal seharusnya dipersiapkan secara bersama-sama, jangan sampai PSBB dilonggarkan sebelum masyarakat paham untuk melakukan kebiasaan baru untuk memiliki gaya hidup lebih bersih, sehat, dan aman. Pelonggaran PSBB baru bisa dilakukan ketika jumlah kasus sudah mengalami tren menurun berdasarkan data epidemiologi atau paling tidak data kasus harian (idealnya tiap daerah memiliki data ini). Atau alternatif lainnya adalah dengan diberlakukannya pembatasan sosial pada skala lebih kecil di daerah-daerah rentan penularan. Sementara itu, masyarakat harus terus disiapkan untuk memiliki kebiasaan baru yang lebih bersih, sehat, dan aman.
  7. Ananda Setiyo Ivannanto: Apa peluang-peluang investasi yang jadi prioritas di New Normal? Apakah sudah studi korelasi antara sustainability dengan resilience terhadap COVID-19?
    • Gita: Peluang besar pengembangan sektor-sektor antara lain sektor kesehatan yang meliputi produk yang bisa meningkatkan imunitas tubuh, serta produk yang memiliki fungsi sebagai perlindungan medis. Kemudian sektor pangan khususnya produk olahan yang bisa disimpan dalam waktu lebih lama. Kedua sektor ini idealnya dikembangkan dengan memperhatikan potensi ekonomi lokal. Sektor berikutnya adalah platform digital yang bisa digunakan untuk membantu proses komunikasi, berbagi data dan informasi, yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu, sektor logistik.
  8. Sylvia Delima: Untuk meningkatkan resiliensi masyarakat terkait COVID-19, seperti apa pengelolaan pengetahuan masyarakat di Australia ataupun di daerah-daerah terkait komunikasi publik, serta kontrol yang dilakukan baik terhadap perilaku masyarakat (protokol kesehatan) ataupun menangkal informasi yang menyesatkan (hoaks), apakah ada reward dan punishment atau sanksi sosial juga?
    • Nelson: untuk mengatasi informasi yang tidak baik, di Kabupaten Gorontalo sudah ada Satgas anti hoaks yang sudah dibentuk sejak 1 tahun yang lalu. Selain itu, juga ada reward bagi pihak-pihak yang membantu dalam menyebarkan informasi yang baik, seperti bagi wartawan atau misalnya mereka yang melakukan Sholat Idul Fitri di rumah dan mengirimkan rekamannya, juga mendapat apresiasi atau reward.
  9. Anita Yustisia: Beberapa daerah mengalami kesulitan menyalurkan bantuan sosial karena data yang tidak update. Bagaimana di Gorontalo?
    • Nelson: tantangan kebijakan bantuan sosial adalah karena penggunaan data lama dari pemerintah pusat. Untuk mengatasi hal ini, Kabupaten Gorontalo  membentuk Satgas penyusunan data yang ditangani langsung oleh staf ahli bidang sumber daya manusia. Aparat juga melakukan pendataan secara baik di desa-desa. Selanjutnya, data juga disampaikan secara transparan. Di tiap desa, data orang yang mendapatkan bantuan terpampang dan bisa dilihat oleh semua pihak. Terakhir, dalam upaya tindakan kontrol, digunakan stiker sebagai penanda di tiap rumah tangga, yang mengandung informasi terkait bantuan apa saja yang sudah diterima.
  10. Safrudin Tolinggi “Bagaimana peran organisasi profesi PERSAKMI, PAEI, dan IAKMI serta institusi perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kesehatan Masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Gorontalo? Mengapa tidak dilibatkan dalam gugus tugas?
    • Organisasi profesi dilibatkan dalam satuan tugas, baik di bidang kesehatan atau pada tim kajian strategi dan data. Sebagai contoh, rencana semula memperbolehkan pelaksanaan Sholat Idul Fitri di lapangan. Namun, dibatalkan setelah mendapatkan masukan dari organisasi profesi dari perkembangan data terbaru. Organisasi profesi juga terlibat dalam kajian dan forum diskusi seperti ekonomi dan lainnya, sehingga tidak terbatas pada bidang kesehatan. Selain itu, tim strategi juga melibatkan seluruh perguruan tinggi.
  11. Ratih Widyaningsih: Sepertinya yang di Puskesmas adalah sanitarian? tetapi sepertinya job desk mereka sudah banyak, selain PHBS, juga PKAM, dsb. Tenaga sanitarian sepertinya belum mencukupi. Bagaimana pelibatan masyarakat supaya bisa ikut berkiprah?
    • Untuk menambah jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas, dilakukan penambahan sumber daya dengan merekrut tenaga kontrak mencapai komposisi 60% dari sumberdaya di Puskesmas, 40% lainnya berstatus pegawai negeri sipil. Puskesmas juga memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan dalam rangka melakukan pencegahan untuk mempercepat tindakan.
  12. Rachmat Witoelar: kalau di remote regions yang totally untouched by COVID-19 apa new normal sama saja dengan old normal? jadinya kan BAU (Business as Usual)?
    • Ede: Dalam kasus COVID-19, bisa saja sejumlah wilayah yang tidak mengalami kontak dengan wilayah luar tetap aman. Alasannya adalah karena penularan COVID-19 terjadi antara orang ke orang. Penularan antar orang inilah yang menjadi alasan pentingnya PSBB pada skala wilayah atau physical distancing pada skala perorangan.

Webinar dapat disaksikan di